Ibu Kota Negara Republik Indonesia diputuskan akan dipindahkan dari Jakarta ke Kalimantan Timur pada semester I tahun 2024. Hal tersebut sudah termuat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ibu Kota Negara (IKN). Luas wilayah IKN di Kalimantan Timur ini disebut-sebut kurang lebih mencapai 250 ribu hektar yang meliputi 50 ribu hektar untuk Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) dan 200 ribu hektar untuk kawasan pengembangan IKN. Sesuai perhitungan sudah pasti lebih luas tiga kali lipat dibandingkan luas DKI Jakarta.
Semakin mendekati waktu pemindahan, pemerintah pun sudah mulai mempersiapkan segala sesuatunya termasuk nama ibu kota yang baru. Terdapat 80 usulan nama sebelum akhirnya pada tanggal 17 Januari 2022 lalu telah diputuskan “Nusantara” sebagai nama ibu kota dan sudah disepakati oleh Presiden Joko Widodo.
Suharso Monoarfa selaku Ketua Bappenas mengatakan bahwa nama yang diusulkan untuk ibu kota negara itu sangat banyak dengan memanggil para ahli bahasa dan sejarah untuk memilihkan nama-nama yang paling tepat. Beberapa di antaranya adalah :
- Kertanegara
- Nusa Karya
- Negara Jaya
- Pertiwipura
- Nusantara Jaya
- Cakrawalapura
- Nusa Jaya
- Warnapura
Dan pada akhirnya Presiden Joko Widodo memilih kata “Nusantara” tanpa tambahan “Jaya” di belakangnya. Kata tersebut dipilih karena sudah sangat ikonik dengan Indonesia bahkan dikenal hingga mancanegara.
Istilah Nusantara sebenarnya sudah ada sejak zaman dahulu kala, ditemukan pertama kali pada kitab Negarakertagama karya Empu Prapanca. Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa kata Nusantara diambil dari bahasa Jawa kuno yang memiliki dua kata yakni “nusa” dan “antara”. Nusa artinya pulau sedangkan antara berarti terluar.
Nusantara digunakan sejak era Majapahit ketika Mahapatih Gajahmada mengucap Sumpah Palapa pada tahun 1336. Nusantara pada saat itu disebut sebagai pulau-pulau yang letaknya ada di luar Jawa seperti Sulawesi, Kalimantan, Semenanjung Malaya, hingga Filipina. Jadi, Nusantara adalah daerah-daerah diluar kekuasaan Majapahit yaitu selain Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Setelah digunakan dalam kekuasaan Majapahit, istilah Nusantara mulai dipopulerkan kembali oleh Ki Hajar Dewantara. Beliau memberikan usulan nama Nusantara untuk dijadikan sebagai alternatif nama negara selain Hindia-Belanda. Meskipun pada saat itu tidak jadi digunakan namun isitilah Nusantara tetap melekat dengan Indonesia. Nusantara digunakan untuk mencerminkan kesatuan geografi, antropologi maupun politik.
Walaupun kata Nusantara sudah ditetapkan oleh Presiden Joko Widodo sebagai nama pengganti Ibu Kota Negara (IKN), berbagai macam tanggapan tetap menghampiri. Berikut berbagai tanggapan dari beberapa pihak terkait pemilihan nama Nusantara sebagai nama ibu kota yang baru :
- JJ Rizal
JJ Rizal adalah seorang pemerhati sejarah di Indonesia yang ikut memberikan kritikan pada pemberian nama Nusantara. Menurutnya, nama tersebut dianggap terlalu jawasentris dan menggambarkan keraton Jawa. Karena jika dilihat dari sejarahnya, istilah Nusantara digunakan untuk membuat batasan antara Pulau Jawa dan daerah di luarnya.
Tentu hal tersebut sangat bertolak belakang dengan keinginan pemerintah untuk tidak menjadikan Pulau Jawa sebagai daerah yang mendominasi lagi. Istilah Nusantara tidak hanya ambigu dalam pengertian wilayah namun juga peradaban.
- Agustin Teras Narang
Agustin Teras Narang selaku anggota DPD RI sekaligus Anggota Pansus & Panja serta Tim Perumus RUU Ibu Kota Negara, juga memberikan tanggapan. Dia mengingatkan Pemerintah Pusat untuk menjelaskan alasan di balik pemilihan nama Nusantara tersebut kepada masyarakat.
Nama ibu kota negara yang baru tentunya membutuhkan landasan historis maupun filosofis. Maka dari itu, seharusnya masyarakat diberikan pemahaman terkait latar belakang pemilihan nama tersebut. Dan menurutnya, pemilihan nama Ibu Kota Negara (IKN) harus benar-benar mencerminkan masyarakat Indonesia yang multikultural.
- Suharso Monoarfa
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) ini berpendapat bahwa nama Nusantara dideskripsikan sebagai gambaran atas wilayah geografi Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau yang dikelilingi lautan. Nama tersebut akan membuktikan bahwa Indonesia adalah negara yang majemuk serta menjadi identitas nasional atas keberagaman yang dimiliki bangsa ini.
- Ahmad Doli Kurnia Tandjung
Menurut Ahmad Doli Kurnia Tandjung selaku Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (Pansus RUU IKN) pemerintah sudah mempertimbangkan dari aspek sosiologis, historis maupun filosofi sebelum memutuskan nama Nusantara sebagai nama IKN.
Namun agar tidak terjadi multitafsir, Doli menyarankan kepada pemerintah untuk memperjelas lagi redaksi pada kata “Ibu Kota Negara Nusantara” yang terdapat di Pasal 1 ayat 2 RUU IKN. Hal itu untuk mengantisipasi agar di tengah masyarakat nanti tidak muncul anggapan bahwa nama Nusantara menggantikan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Doli mengusulkan untuk menuliskannya menjadi “Ibu Kota Negara yang bernama Nusantara”. Dengan demikian publik pun tidak akan kebingungan untuk memahaminya.